FIP2B IKUT ANDIL DALAM PENYUSUNAN RANPERGUB KAKAP DAN KERAPU DI NTB

Dengan akan berakhirnya masa berlaku Pergub NTB  No.32 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Pengelolaan Perikanan Kerapu dan Kakap Berkelanjutan di Teluk Saleh, Teluk Cempi, Teluk Waworada dan Perairan Sape. Maka perlu dilakukan perpanjangan masa berlaku regulasi tersebut agar pengelolaan perikanan kerapu dan kakap di NTB tetap berkesinambungan.

Pada saat implementasi produk hukum ini tentunya ada berbagai kendala maupun kesulitan yang telah dihadapi oleh berbagai pemangku kepentingan. Oleh karena itu, pada penyusunan ranpergub ini, selain dilakukan perpanjangan periode peraturan, dilakukan juga beberapa pembaharuan dalam substansinya, sehingga dengan adanya aturan ini semua stakeholder dapat diuntungkan.                

Bertempat di Fave Hotel Mataram, pada tanggal 30 Mei 2023 telah dilaksanakan kegiatan  pembahasan peraturan gubernur tentang pengelolaan perikanan kerapu-kakap berkelanjutan di NTB. Kegiatan ini dihadiri oleh beberapa instansi terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) NTB, Biro Hukum Setda NTB, Kanwil Kemenkumham NTB, Universitas Mataram dan FIP2B-NTB.

Sambutan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB pada Kegiatan Diskusi Ranpergub NTB

Pada kegiatan tersebut, Ketua FIP2B-NTB Dr. Soraya Gigentika melakukan pemaparan tentang dokumen hasil telaah ilmiah kondisi stok perikanan kerapu dan kakap di NTB. Pada pemaparannya, dari forum ilmiah merekomendasikan penambahan area geografis pengelolaan dengan menambahkan perairan selat alas pada pergub yang terbaru. Pada Pergub sebelumnya, area pengelolaan berlokasi di Teluk Saleh, Teluk Cempi, Teluk Waworada dan Perairan Sape.

“Pemilihan lokasi tersebut berdasarkan status pemanfaatan dan kerentanan stok ikan, kemudahan monitoring, dan hasil identifikasi spesies sasaran”, ucap Gigentika.              

Dr. Soraya juga menyampaikan bahwa stok ikan kakap-kerapu di NTB sangat dipengaruhi oleh jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan. Hasil kajian yang dilakukan oleh FIP2B NTB menunjukkan bahwa alat tangkap panah sangat mempengaruhi secara signifikan stok ikan kakap dan kerapu.

“Diduga penggunaan alat tangkap panah tidak hanya menargetkan ikan besar saja melainkan ikan yang kecil juga, terlebih jika menggunakan alat bantu kompresor dimana si penangkap ikan akan memiliki waktu yang lebih lama di dalam perairan sehingga penangkapan tidak dilakukan secara selektif”, jelas Gigentika pada pemaparannya.

Pada kesempatan yang sama, Dr. Risnain selaku penyusun draft Ranpergub ini menjelaskan bahwa Ranpergub no. 32 tahun 2018 sudah tidak relevan dengan perkembangan hasil kajian-kajian yang telah dilakukan, sehingga perlu diganti dan diperbaharui. “Adapun beberapa hal yang perlu ditambahkan pada ranpergub yang baru adalah penyeragaman mata pancing dan jarring”, ujar Risnain pada kesempatan tersebut.

Diskusi dan Pembahasan Penyusunan Ranpergub Terbaru

Hingga berita ini diturunkan, masih dilakukan pembahasan dan diskusi mengenai Ranpergub yang terbaru. Diharapkan adanya regulasi yang terbaru dapat sebagai rambu-rambu dalam pengelolaan perikanan kakap dan kerapu di Nusa Tenggara Barat.

Popular